Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Muhammad
Daming sunusi yang lebih akrab disapa Daming, resmi telah menjadi bulan-bulanan
masyarakat karena perkataannya saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan (Fit and proper
test) seleksi calon hakim agung, senin 14 januari 2013.
Pernyataan Daming ini seolah mencoret rasa keadilan di negeri ini yang
digembar-gemborkan pemerintah, apatah lagi pernyataan itu diungkapkan sewaktu
kasus pemerkosaan terhadap bocah yang masih berumur 11 tahun, yang berinisial
RI belum lagi terselesaikan. Penolakan terhadap Daming sebagai hakim agung berdatangan dari
berbagai kalangan, mulai dari aktivis, masyarakat umum hingga partai-partai
besar di Indonesia. Mereka mengatakan perkataan Daming tentang “Pemerkosa dan
yang diperkosa sama-sama menikmati” adalah sebagai penghinaan dan kerendahan
moral yang tidak patut dilakukan oleh seorang calon hakim agung.
Terlepas dari kelakar
seorang calon hakim agung yang kekurangan moral itu, kejadian ini dijadikan sebagai
lahan subur bagi punggawa politik untuk meningkatkan elektabilitasnya dalam
menyongsong 2014. Masing-masing partai saling unjuk gigi sebagai orang-orang
suci yang membela hak-hak rakyat dengan melontarkan kritikan-kritikan terhadap
calon hakim agung itu.
Kicauan-kicauan para
punggawa politik ini sejalan dengan Teori Political
Movement yang dicetuskan
jauh-jauh hari. Pertama political process, dimana
terjadinya upaya-upaya yang dilakukan dari awal hingga akhir dalam menyongsong
2014. Masing-masing dari partai poitik melakukan upaya-upaya mulai dari
pengkaderan jauh-jauh hari sebelum pemilu, peningkatan popularitas dengan
menanggapi isu-isu yang berkembang, pengikut sertaan dalam pemilu, kampanye
partai dan sebagainya.
Kedua social psicology, dalam hal ini
lebih kepada penelitian psikologi seorang aktor politik, sewaktu ia melontarkan
kritikan-kritikannya terhadap sang calon hakim agung, apakah benar mengkritik
karena menganggap perbuatan Daming itu sebagai kerendahan moral, atau
kritikannya hanya sebatas peningkatkan elektabilitas partai dan dirinya. Kita
ketahui bahwa para punggawa politik mengkritik Daming dengan begitu kerasnya,
bahkan ada yang meminta supaya Daming dilaporkan ke Mahkamah Agung.
Ketiga resources mobilization, teori ini lebih mendasar kepada
step-step apa yang harus dilakukan seseorang dalam memobilisasi suasana
pergerakan politik dalam hal meningkatkan popularitas, kredibilitas publik dan
pengakuan kapabilitas.
Kita harus berhati-hati
dalam menyikapi pergerakan politik saat ini melalui step-step yang dilakukan
para partai politik. Karena masing-masing partai di pemilu kali ini secara
bergairah untuk menempati posisi teratas dalam pemerintahan, entah itu sebuah
perbuatan yang halal atau tidak.
Tapi yang pasti suasana
perpolitikan di Indonesia untuk periode 2014-2019 akan sangat panas dan
mengundang banyak pertanyaan. Siapakah yang akan menjadi nakhoda untuk
menjalankan pemerintahan di negeri ini? karena kekuatan masing-masing partai
politik untuk kali ini sama rata. Tanpa ada yang diramalkan akan keluar sebagai
pemenang pemilu.
Tidak seperti dahulu pada
pemilu priode 2009-2014 yang banyak diramalkan bahwa partai Demokrat yang akan
keluar sebagai pemenang, karena kredibilitas rakyat terhadap partai Demokrat
melalui figur SBY masih tinggi. Tapi sekarang peluang manis itu tidak lagi
dijumpai, baik itu Demokrat maupun partai lainnya. Sekarang para partai politik
harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan kembali hati rakyat yang
notabennya sudah kehilangan kredibiltas terhadap partai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.