18 Februari 2013

Daming dan Pemilu 2014-2019

Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Muhammad Daming sunusi yang lebih akrab disapa Daming, resmi telah menjadi bulan-bulanan masyarakat karena perkataannya saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan (Fit and proper test) seleksi calon hakim agung, senin 14 januari 2013. Pernyataan Daming ini seolah mencoret rasa keadilan di negeri ini yang digembar-gemborkan pemerintah, apatah lagi pernyataan itu diungkapkan sewaktu kasus pemerkosaan terhadap bocah yang masih berumur 11 tahun, yang berinisial RI belum lagi terselesaikan. Penolakan terhadap Daming sebagai hakim agung berdatangan dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis, masyarakat umum hingga partai-partai besar di Indonesia. Mereka mengatakan perkataan Daming tentang “Pemerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati” adalah sebagai penghinaan dan kerendahan moral yang tidak patut dilakukan oleh seorang calon hakim agung.

Terlepas dari kelakar seorang calon hakim agung yang kekurangan moral itu, kejadian ini dijadikan sebagai lahan subur bagi punggawa politik untuk meningkatkan elektabilitasnya dalam menyongsong 2014. Masing-masing partai saling unjuk gigi sebagai orang-orang suci yang membela hak-hak rakyat dengan melontarkan kritikan-kritikan terhadap calon hakim agung itu.
Kicauan-kicauan para punggawa politik ini sejalan dengan Teori Political Movement yang dicetuskan jauh-jauh hari. Pertama political process, dimana terjadinya upaya-upaya yang dilakukan dari awal hingga akhir dalam menyongsong 2014. Masing-masing dari partai poitik melakukan upaya-upaya mulai dari pengkaderan jauh-jauh hari sebelum pemilu, peningkatan popularitas dengan menanggapi isu-isu yang berkembang, pengikut sertaan dalam pemilu, kampanye partai dan sebagainya.
Kedua social psicology, dalam hal ini lebih kepada penelitian psikologi seorang aktor politik, sewaktu ia melontarkan kritikan-kritikannya terhadap sang calon hakim agung, apakah benar mengkritik karena menganggap perbuatan Daming itu sebagai kerendahan moral, atau kritikannya hanya sebatas peningkatkan elektabilitas partai dan dirinya. Kita ketahui bahwa para punggawa politik mengkritik Daming dengan begitu kerasnya, bahkan ada yang meminta supaya Daming dilaporkan ke Mahkamah Agung.
Ketiga resources mobilization, teori ini lebih mendasar kepada step-step apa yang harus dilakukan seseorang dalam memobilisasi suasana pergerakan politik dalam hal meningkatkan popularitas, kredibilitas publik dan pengakuan kapabilitas.
Kita harus berhati-hati dalam menyikapi pergerakan politik saat ini melalui step-step yang dilakukan para partai politik. Karena masing-masing partai di pemilu kali ini secara bergairah untuk menempati posisi teratas dalam pemerintahan, entah itu sebuah perbuatan yang halal atau tidak.
Tapi yang pasti suasana perpolitikan di Indonesia untuk periode 2014-2019  akan sangat panas dan mengundang banyak pertanyaan. Siapakah yang akan menjadi nakhoda untuk menjalankan pemerintahan di negeri ini? karena kekuatan masing-masing partai politik untuk kali ini sama rata. Tanpa ada yang diramalkan akan keluar sebagai pemenang pemilu.
Tidak seperti dahulu pada pemilu priode 2009-2014 yang banyak diramalkan bahwa partai Demokrat yang akan keluar sebagai pemenang, karena kredibilitas rakyat terhadap partai Demokrat melalui figur SBY masih tinggi. Tapi sekarang peluang manis itu tidak lagi dijumpai, baik itu Demokrat maupun partai lainnya. Sekarang para partai politik harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan kembali hati rakyat yang notabennya sudah kehilangan kredibiltas terhadap partai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.