Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Salah satu persoalan akut
yang dialami partai politik sekarang, ialah kehilangan arah dan tujuannya
sebagai perahu suara rakyat, visi dan misi yang ditanamkan, yang berlabel
kepentinagn ‘rakyat’ perlahan namun pasti mulai memudar, tergeser dengan
kepentingan tersendiri partai. Cita sebagai partai yang bersih nan konsisten
dalam menyuarakan kepentingan rakyat, seharusnya diaktualisir dengan langkah
yang real, bukan hanya sekedar retorika busuk sahaja. Tegas rasanya apa yang
disampaikan oleh Joseph LaPalombara seorang profesor ilmu politik, bahwasanya
partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan berkesinambungan.
Artinya partai politik bukanlah organisasi yang kegiatannya hanya bersifat
insidental. Tahun 2013 merupakan tahun
‘perang’ bagi seluruh peserta pemilu 2014, berbagai amunisi yang selama ini
dipendam-pendam ditumpah ruahkan ditahun ini. Tarik ulur dagangan Partaipun
dibahasakan dengan sangat elegan dan diiming-imingi slogan ‘rakyat’. Ramlan
Surbakti seorang guru besar ilmu politik Airlangga, mengatakan bahwa fungsi
utama partai politik ialah mencari dan mempertahannkan kekuasaan, guna
mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Tapi
yang menjadi pertanyaan, bagaimana apabila program-program yang dilaksanakan
itu tidak menyentuh permasalahan rakyat, tapi malah menjadi sarana untuk
melahirkan koruptor balita.
Baru-baru ini, satu bulan
kebelakang merupakan bulan yang pahit bagi dua partai besar, yakni Demokrat dan
PKS, kedua partai ini seolah menjadi sorotan publik setelah beberapa kasus
besar mencuat kepermukaan. Menurunnya elektabilitas partai Demokrat yang
didalalangi SBY ini menjadikan beberapa kader demokrat gundah dan
gelisah, isu yang dikembangkan oleh media, bahwasanya penurunan elektabilitas
partai disebabkan oleh Anas Urbaningrum selaku ketua umum partai demokrat,
padahal sudah dari sejak dahulu beberapa politisi demokrat dijebloskan
kepenjara karena kasus korupsi. Apalagi ditambah dengan beberapa survei
mengatakan bahwa kebanyakan masyarakat tidak puas dengan kepemimpinan SBY.
Fakta integritaspun dilaksanakan, rapimnas disegerakan. Tapi yang mengganjal
ialah, apakah rakyat yang masih dibawah garis kemiskinan membutuhkan acara
seremonial itu? Jangankan mereka membutuhkan, melihat Televisi sebagai sarana
informasi saja mereka jarang.
Arisan nasibpun bergulir
keprimadona partai islam saat ini yakni PKS, diakui atau tidak bahwasanya
partai ini telah menunjukkan eksistensinya ditengah ketidak percayaan
masyarakat terhadap partai yang berlabel Agama. Partai yang dulunya benama
Partai Keadilan ini secara perlahan namun pasti sudah bisa disejajarkan
dengan partai-partai yang berlabel sekuler lainnya. Terbukti dengan perolehan
suara yang didapat yakni pada dua pemilu terakhir, 2004 dan 2009 perolehan
suara PKS selalu menaik (2004 sebesar 7,34 % dan 2009 sebesar 8%). Tapi
senyuman Kebahagiaan itu tak ingin menetap lebih lama, ditanggkapnya Lutfi
Hasan Ishaq (kasus suap impor sapi) sebagai orang nomor wahid di partai yang
terkenal dengan militansi kadernya ini, membuat PKS bagaikan kejatuhan bom
dikegelapan, Lutfi yang dijemput malam itu menambah rentetan sejarah bahwasanya
virus korupsi bisa mengenai siapa saja, tanpa terkecuali partai yang berlabel
Agama. Konsolidasi kader pun dilakukan, teori konspirasipun dimunculkan
oleh Anis Matta sebagai presiden partai yang baru pasca Lutfi mengundurkan
diri. Seharusnya ucapan tentang konspirasi ini tak perlu disampaikan dipublik,
jangankan masyarakat mau percaya tentang adanya konspirasi, mengenal istilah
dan pengertian konspirasi saja kebanyakan dari masyarakat tidak mengetahui.
Apalagi ucapan ini tidak bisa atau belum bisa dibuktikan.
Setelah ditangkapnya LHI dan
ditetapkan Anis Matta sebagai presiden partai yang baru, Perjalanan politik
dilaksanakan untuk menenangkan para kader yang gundah terutama di lokasi-lokasi
yang strategis untuk saat ini, Dan lagi-lagi pertanyaanya, apakah kegiatan yang
dilaksanakan partai politik itu mempunyai kemanfaatan bagi masyarakat yang
non-partai, yang masih terjebak dalam lubang kemiskinan. Rakyat dewasa ini
tidak lagi mempertanyakan ideologi yang dibawa oleh sebuah partai politik, tapi
mereka menagih pelayanan publik yang mumpuni dalam mengeluarkan mereka dari
jerat kemiskinan.
Masyarakat awam memandang politik hanya milik orang "diatas" saja..bagi masyarakat miskin yang tidak tahu dan tidak faham dengan politik, yang terpenting bagi mereka bukan "Siapa" yang kelak memimpin,.tapi "apa yang ditawarkan" pemimpin untuk bisa memperbaiki keadaan ekonomi mereka nanti.
BalasHapusbetul sekali, sepertinya anda cocok jadi pengamat politik.
Hapus