20 Februari 2013

Rakyat dan Kepentingan Partai

Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Salah satu persoalan akut yang dialami partai politik sekarang, ialah kehilangan arah dan tujuannya sebagai perahu suara rakyat, visi dan misi yang ditanamkan, yang berlabel kepentinagn ‘rakyat’ perlahan namun pasti mulai memudar, tergeser dengan kepentingan tersendiri partai. Cita sebagai partai yang bersih nan konsisten dalam menyuarakan kepentingan rakyat, seharusnya diaktualisir dengan langkah yang real, bukan hanya sekedar retorika busuk sahaja. Tegas rasanya apa yang disampaikan oleh Joseph LaPalombara seorang profesor ilmu politik, bahwasanya partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan berkesinambungan. Artinya partai politik bukanlah organisasi yang kegiatannya hanya bersifat insidental. Tahun 2013 merupakan tahun ‘perang’ bagi seluruh peserta pemilu 2014, berbagai amunisi yang selama ini dipendam-pendam ditumpah ruahkan ditahun ini. Tarik ulur dagangan Partaipun dibahasakan dengan sangat elegan dan diiming-imingi slogan ‘rakyat’. Ramlan Surbakti seorang guru besar ilmu politik Airlangga, mengatakan bahwa fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahannkan kekuasaan, guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Tapi yang menjadi pertanyaan, bagaimana apabila program-program yang dilaksanakan itu tidak menyentuh permasalahan rakyat, tapi malah menjadi sarana untuk melahirkan koruptor balita.

Baru-baru ini, satu bulan kebelakang merupakan bulan yang pahit bagi dua partai besar, yakni Demokrat dan PKS, kedua partai ini seolah menjadi sorotan publik setelah beberapa kasus besar mencuat kepermukaan. Menurunnya elektabilitas partai Demokrat yang didalalangi SBY ini menjadikan  beberapa kader demokrat gundah dan gelisah, isu yang dikembangkan oleh media, bahwasanya penurunan elektabilitas partai disebabkan oleh Anas Urbaningrum selaku ketua umum partai demokrat, padahal sudah dari sejak dahulu beberapa politisi demokrat dijebloskan kepenjara karena kasus korupsi. Apalagi ditambah dengan beberapa survei mengatakan bahwa kebanyakan masyarakat tidak puas dengan kepemimpinan SBY. Fakta integritaspun dilaksanakan, rapimnas disegerakan. Tapi yang mengganjal ialah, apakah rakyat yang masih dibawah garis kemiskinan membutuhkan acara seremonial itu? Jangankan mereka membutuhkan, melihat Televisi sebagai sarana informasi saja mereka jarang.
Arisan nasibpun bergulir keprimadona partai islam saat ini yakni PKS, diakui atau tidak bahwasanya partai ini telah menunjukkan eksistensinya ditengah ketidak percayaan masyarakat terhadap partai yang berlabel Agama. Partai yang dulunya benama Partai Keadilan ini secara perlahan namun pasti  sudah bisa disejajarkan dengan partai-partai yang berlabel sekuler lainnya. Terbukti dengan perolehan suara yang didapat yakni pada dua pemilu terakhir, 2004 dan 2009 perolehan suara PKS selalu menaik (2004 sebesar 7,34 % dan 2009 sebesar 8%). Tapi senyuman Kebahagiaan itu tak ingin menetap lebih lama, ditanggkapnya Lutfi Hasan Ishaq (kasus suap impor sapi) sebagai orang nomor wahid di partai yang terkenal dengan militansi kadernya ini, membuat PKS bagaikan kejatuhan bom dikegelapan, Lutfi yang dijemput malam itu menambah rentetan sejarah bahwasanya virus korupsi bisa mengenai siapa saja, tanpa terkecuali partai yang berlabel Agama.  Konsolidasi kader pun dilakukan, teori konspirasipun dimunculkan oleh Anis Matta sebagai presiden partai yang baru pasca Lutfi mengundurkan diri. Seharusnya ucapan tentang konspirasi ini tak perlu disampaikan dipublik, jangankan masyarakat mau percaya tentang adanya konspirasi, mengenal istilah dan pengertian konspirasi saja kebanyakan dari masyarakat tidak mengetahui. Apalagi ucapan ini tidak bisa atau belum bisa dibuktikan.
Setelah ditangkapnya LHI dan ditetapkan Anis Matta sebagai presiden partai yang baru, Perjalanan politik dilaksanakan untuk menenangkan para kader yang gundah terutama di lokasi-lokasi yang strategis untuk saat ini, Dan lagi-lagi pertanyaanya, apakah kegiatan yang dilaksanakan partai politik itu mempunyai kemanfaatan bagi masyarakat yang non-partai, yang masih terjebak dalam lubang kemiskinan. Rakyat dewasa ini tidak lagi mempertanyakan ideologi yang dibawa oleh sebuah partai politik, tapi mereka menagih pelayanan publik yang mumpuni dalam mengeluarkan mereka dari jerat kemiskinan.

2 komentar:

  1. Masyarakat awam memandang politik hanya milik orang "diatas" saja..bagi masyarakat miskin yang tidak tahu dan tidak faham dengan politik, yang terpenting bagi mereka bukan "Siapa" yang kelak memimpin,.tapi "apa yang ditawarkan" pemimpin untuk bisa memperbaiki keadaan ekonomi mereka nanti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali, sepertinya anda cocok jadi pengamat politik.

      Hapus

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.