Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata santet
adalah sihir, jika seseorang menyantet bearti dia telah menyihir. Tapi
kebanyakan orang satu sama lain selalu berbeda dalam memahami makna santet, karena
sesuai dengan kondisi dan pemahaman. Ada yang mengatakan bahwa santet adalah
perbuatan yang berhubungan dengan alam gaib. Ada juga yang mengatakan bahwa
santet merupakan suatu jalan pintas dalam menyelesaikan sebuah masalah, yang
dilandasi rasa benci terhadap seseorang sehingga menimbulkan rasa kepuasan. Kini perilaku santet juga telah merambah kedunia
intelektual yakni kampus, pada umumnya santet sering dilakukan oleh mahasiswa.
Contohnya perbuatan manipulasi absen yang dilakukan mahasiswa merupakan
perilaku neo-santetisme. Karena
biasanya mahasiswa sering melakukan perbuatan titip-menitip absen. padahal jika
memang tidak bisa mengikuti perkuliahan, mahasiswa dapat membuat surat. Tapi
itu merupakan pekerjaan yang memakan waktu dan juga merepotkan bagi seorang
mahasiswa. Sejalan dengan pengertian diatas bahwa santet adalah sebuah jalan
‘pintas’ untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Prestasipun
Mampet
Ketidak hadiran mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan,
tentu memiliki efek samping terhadap kecerdasan dan daya saing mahasiswa. Baik
dalam negeri maupun di dunia internasional. Baru-baru ini Sebuah survei yang dilakukan
oleh Forum Ekonomi Dunia lewat Global Growth
Competitiveness Index. Menempatkan Indonesia pada peringkat 50 dari 144 negara,
jauh dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menduduki
peringkat 2, Malaysia peringkat 25, Brunei peringkat 28, dan Thailand yang
menempati peringkat 38.
Apabila
dilihat dari publikasi karya ilmiah, produktivitas
ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. Publikasi internasional Indonesia selama
kurun waktu 2001-2010 hanya sebanyak 7.843 tulisan. Jauh dibanding Singapura,
Thailand, dan Malaysia yang menghasilkan lebih dari 30.000 publikasi ilmiah.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dunia intelektual Indonesia, belum
bisa membusungkan dada dihadapan dunia
internasional. Suatu pertanyaan esensial, benarkah perilaku ‘santet’
yang dilakukan mahasiswa menjadi faktor penyebab minimnya prestasi kaum
intelektual?
Jawabannya bisa iya bisa tidak. Karena
jika jawabannya iya, memang seorang mahasiswa harus mengikuti perkuliahan sang
dosen untuk mendapatkan ilmu yang dijelaskan olehnya. Karena ilmu itu bersifat
lengkap dan sistematis, tidak setengah-setengah. Jadi jika satu materi saja
mahasiswa ketinggalan, maka koneksi ilmu yang diterimanya akan terputus dan ini
menyulitkan untuk menyambung kemateri selanjutnya. Berbeda dengan yang namanya pengetahuan.
Yang hanya bersifat informasi yang tidak sistematis, yang bisa didapatkan dari
mana saja tanpa harus mengikuti perkuliahan.
Tapi, jawabannya bisa juga tidak.
Dikarenakan sang dosen tidak jauh lebih pintar dari pada mahasiswanya. dimana sang
dosen biasanya setiap perkuliahan hanya memberikan tugas kepada mahasiswa tanpa
ada sebuah ending penjelasan tentang
sebuah materi yang sedang dibahas. Maka dari itu, apabila hendak menciptakan
dunia pendidikan Indonesia yang mampu bersaing di dunia internasional, sudah
selayaknya segenap unsur-unsur yang terkait harus bersatu padu untuk
mewujudkannya. Dari mulai mahasiswa, dosen hingga instansi yang berkaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.