28 Maret 2013

Mahasiswa Nyantet, Prestasi Mampet

Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata santet adalah sihir, jika seseorang menyantet bearti dia telah menyihir. Tapi kebanyakan orang satu sama lain selalu berbeda dalam memahami makna santet, karena sesuai dengan kondisi dan pemahaman. Ada yang mengatakan bahwa santet adalah perbuatan yang berhubungan dengan alam gaib. Ada juga yang mengatakan bahwa santet merupakan suatu jalan pintas dalam menyelesaikan sebuah masalah, yang dilandasi rasa benci terhadap seseorang sehingga menimbulkan rasa kepuasan. Kini perilaku santet juga telah merambah kedunia intelektual yakni kampus, pada umumnya santet sering dilakukan oleh mahasiswa. Contohnya perbuatan manipulasi absen yang dilakukan mahasiswa merupakan perilaku neo-santetisme. Karena biasanya mahasiswa sering melakukan perbuatan titip-menitip absen. padahal jika memang tidak bisa mengikuti perkuliahan, mahasiswa dapat membuat surat. Tapi itu merupakan pekerjaan yang memakan waktu dan juga merepotkan bagi seorang mahasiswa. Sejalan dengan pengertian diatas bahwa santet adalah sebuah jalan ‘pintas’ untuk menyelesaikan sebuah masalah.

Prestasipun Mampet
Ketidak hadiran mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, tentu memiliki efek samping terhadap kecerdasan dan daya saing mahasiswa. Baik dalam negeri maupun di dunia internasional. Baru-baru ini Sebuah survei yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Dunia lewat Global Growth Competitiveness Index. Menempatkan Indonesia pada peringkat 50 dari 144 negara, jauh dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menduduki peringkat 2, Malaysia peringkat 25, Brunei peringkat 28, dan Thailand yang menempati peringkat 38.
Apabila dilihat dari publikasi karya ilmiah, produktivitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. Publikasi internasional Indonesia selama kurun waktu 2001-2010 hanya sebanyak 7.843 tulisan. Jauh dibanding Singapura, Thailand, dan Malaysia yang menghasilkan lebih dari 30.000 publikasi ilmiah. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dunia intelektual Indonesia, belum bisa membusungkan dada dihadapan dunia  internasional. Suatu pertanyaan esensial, benarkah perilaku ‘santet’ yang dilakukan mahasiswa menjadi faktor penyebab minimnya prestasi kaum intelektual?
Jawabannya bisa iya bisa tidak. Karena jika jawabannya iya, memang seorang mahasiswa harus mengikuti perkuliahan sang dosen untuk mendapatkan ilmu yang dijelaskan olehnya. Karena ilmu itu bersifat lengkap dan sistematis, tidak setengah-setengah. Jadi jika satu materi saja mahasiswa ketinggalan, maka koneksi ilmu yang diterimanya akan terputus dan ini menyulitkan untuk menyambung kemateri selanjutnya. Berbeda dengan yang namanya pengetahuan. Yang hanya bersifat informasi yang tidak sistematis, yang bisa didapatkan dari mana saja tanpa harus mengikuti perkuliahan.
Tapi, jawabannya bisa juga tidak. Dikarenakan sang dosen tidak jauh lebih pintar dari pada mahasiswanya. dimana sang dosen biasanya setiap perkuliahan hanya memberikan tugas kepada mahasiswa tanpa ada sebuah ending penjelasan tentang sebuah materi yang sedang dibahas. Maka dari itu, apabila hendak menciptakan dunia pendidikan Indonesia yang mampu bersaing di dunia internasional, sudah selayaknya segenap unsur-unsur yang terkait harus bersatu padu untuk mewujudkannya. Dari mulai mahasiswa, dosen hingga instansi yang berkaitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.