31 Maret 2013

Mahasiswa dan Persensi Berdering

Oleh: Ali Akbar Hasibuan
siapa yang tak mengikuti perkembangan zaman, maka bersiaplah dengan kematian”. Handphone sekarang sudah menjadi kebutuhan primer bagi setiap individu, tanpa terkecuali mahasiswa. Bermacam fitur-fitur menarik yang ditawarkan oleh produsen, seolah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Hampir setiap hari, berbagai jenis handphone keluaran terbaru dengan keunggulan yang berbeda-beda silih berganti mengisi pasar Indonesia. Dengan mereguk kocek yang tidak dalam kita sudah dapat memiliki barang canggih ini. Kecanggihan fiturpun menjadi ukuran dalam penilaian konsumen, karena fitur-fitur tersebut sudah menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia moderen. Seperti halnya fitur untuk mengirim pesan atau yang lebih dikenal dengan sebutan ‘SMS’. Sekarang orang tidak perlu lagi repot-repot untuk mengirim surat, karena fitur ini telah dapat mengantikannya. Tapi apa jadinya bila hasil dari produk moderen ini disalah gunakan, seperti dalam suasana perkuliahan. Seorang mahasiswa yang tidak mengikuti perkuliahan akan dengan mudah meminta kepada temannya agar persensinya diisikan, dengan berbagai alasan, seperti kesetiakawanan maka perilaku kotor inipun dijalankan. Karena pada dasarnya persensi kehadiran itu digilirkan kepada para mahasiswa, entah karena apa, dosen seolah malas untuk mengabsen mahasiswanya satu persatu.

Sebenarnya, kesalahan ini bukanlah sepenuhnya terletak pada mahasiswa saja, dosen juga turut andil, karena ibarat pepatah mengatakan bahwa kejahatan itu terlaksana apabila ada kesempatan. Setidaknya ada tiga cara yang dapat dilakukan dosen untuk meminimalisir kejahatan ini.

Pertama, dosen harus mengabsensi satu persatu mahasiswanya sendiri, bukan menggilirkan persensi kepada para mahasiswa. Karena apabila ini dilakukan, mahasiswa akan dengan mudahnya mengisi sendiri absen temannya yang tidak hadir, karena disini para mahasiswa secara tidak langsung diberi keleluawasaan untuk melakukan kejahatan tersebut.

Kedua, dosen harus mengenali mahasiswanya dan tidak apatis terhadap mahasiswa. Karena apabila sudah kenal, maka dosen dengan mudah untuk menandai mana mahasiswa yang tidak mengikuti perkuliahan.

Ketiga, perkuliahan haruslah dibuat semenarik mungkin. Karena pada dasarnya mahasiswa yang tidak hadir itu dikarenakan kebosanan saat mengikuti perkuliahan. Suara dosen yang lemah gemulai seolah membuat para mahasiswa untuk buru-buru minggat dari ruangan perkuliahan. Bukankah dosen memiliki tanggungan amanah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa?
Keikhlasan Sang Dosen

            Dosen memiliki banyak mahasiswa. Mungkin alasan ini dapat diterima oleh akal fikiran, tapi dalam konteks ‘pengajar’ bagaimanapun kondinya, dosen haruslah tetap mengupayakan pembelajaran yang maksimal, dibutuhkan keihklasan sang dosen dalam mengajar mahasiswa-mahasiswa yang nantinya akan menempati posisi-posisi strategis dalam struktur negara. Tidak tau apa jadinya, apabila ruangan perkuliahan menjadi sesuatu yang membosankan, bukan menjadi sesuatu yang mengairahkan dalam menimba ilmu untuk pencerdasan kehidupan bangsa dan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.