7 April 2014

Pemilu, Jangan Berikan Suara Kosong

Indonesia Sebagai salah satu negara demokrasi, pada tanggal 9 april 2014 akan menggelar pesta demokrasi, Khususnya untuk pemilihan anggota legsilatif. Yang nantinya pemilu tersebut akan melahirkan wakil rakyat yang akan duduk di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Wajah-wajah lama anggota legislatif turut membersamai hangatnya pemilu 2014 kali ini.

Telah diatur dalam undang-undang bahwa ada tiga fungsi pokok sebuah badan legislatif yakni Legislasi, anggaran dan yang terakhir pengawasan. Yang pada intinya, tujuan dari ketiga fungsi ini adalah untuk memakmurkan negara dan menyejahterkan rakyat. Tapi yang jadi permasalahan ialah ketika kehadiran badan legislatif tidak berdampak apa-apa pada kehidupan rakyat. Jelas yang salah bukanlah fungsi badan legislatifnya, karena dalam negara demokrasi pembagian kekuasaan ini telah matang adanya (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Tapi yang patut dipersalahkan atas semua ini ialah kinerja daripada anggota legislatif itu sendiri.

Bagaiaman tidak Rapor kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode tahun 2013 ini jeblok alias buruk sepanjang lima tahun terakhir. Lantaran hingga akhir tahun, hanya ada tujuh Undang-Undang yang dihasilkan dari 70 Proglam Legislasi Nasional (Prolegnas) yang mereka buat sendiri. Kinerja yang buruk ini semakin diperparah pula dengan prilaku korupsi sebagian anggota legislatif, jadi ibaratnya rakyat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Mungkin  Inilah sederatan faktor yang menjadikan sebagian rakyat apatis terhadap penyelenggaraan pemilu. karena anggapan selama ini bahwa anggota legislatif yang mereka pilih tidak bisa berbuat apa-apa kepada mereka, atau tepatnya selama ini rakyat hanya memberikan kertas suara kosong, walaupun secara kasat mata mereka memilih. Pertanyaan selanjutnya yang harus segera dijawab adalah, lantas rakyat mau bagaimana? Di satu sisi mereka harus menjadi warga negara yang baik dengan tetap menggunakan hak suaranya, dan di sisi lain mereka dihadapkan pada kondisi ketidakpercayaan terhadap para caleg, sehingga akankah mereka kembali memberikan suara kosong?

1 April 2014

Bicara Tentang Mesir



Mengejutkan, pengadilan tindak pidana Mesir yang dikuasai militer menjatuhkan hukuman mati terhadap 529 pendukung Mohammad Mursi, dengan dakwaan telah membunuh petugas kepolisian. Fakta ini nampaknya kembali menggugah rasa kemanusiaan kita, bagaimana mungkin “setengah ribu” manusia yang bernyawa, dengan mudahnya begitu saja akan segera dicabuti nyawanya. Berbagai kritikanpun bergulir, baik dari kalangan barat (diwakili oleh uni eropa) dan juga dari kalangan timur (khsusnya penduduk dengan mayoritas muslim). Kritikan ini bukan tanpa alasan, cepatnya proses penjatuhan hukuman sampai dengan dikebirinya hak untuk didampingi oleh pengacara, menjadi argumen mereka. Sebagaimana telah dilansir  media, untuk jumlah orang sebanyak ini pengadilan hanya membutuhkan waktu tidak sampai dua hari (dengan berkas mencapai ribuan halaman) untuk menjatuhkan hukuman mati.

“sejarah pasti berulang” kata seseorang. Tragedi kemanusiaan di Mesir ini kembali mengingatkan kita pada masa orde baru. Tepatnya kasus pembantaiaan sejuta manusia Indonesia yang dituduh sebagai PKI oleh Soeharto. Masa yang kelam itu hampir mirip dengan apa yang terjadi saat ini di Mesir. Bahkan proses dalam merebut kekuasaan antara pemeran yang di Indonesia dan di Mesir hampir sama. Hanya bedanya, kalau di Mesir kudetanya secara terang-terangan tapi di Indonesia kudetanya agak sedikit ‘elegan” dengan legitimasi Supersemar.