6 April 2013

Pemuda dan Kedaulatan Bangsa

Oleh: Ali Akbar Hasibuan

"Para pemimpin muda memiliki energi dan gagasan yang kita perlukan untuk mengubah dunia kita....”  (Ban Ki-moon dalam acara ECOSOC, Rabu 27/03/2013)
Berbicara tentang pemuda pastilah tiada habis-habisnya. Pemuda sebagai amunisi yang siap berkorban bagi bangsa merupakan sebuah hal yang lumrah dalam konteks ke-kinian. Pemuda akan selalu membersamai perjalanan sebuah bangsa. Karena dalam hakikatnya kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemapanan para pemudanya. Baik dari sisi intelektual, ekonomi, kontributif, loyalitas dan spritual.
Dahulu pada zaman pra-kemerdekaan berjuta pemuda turun untuk melawan kolonialisme Belanda maupun jepang. Hanya sebuah kata yang ingin diteriakkan yaitu kemerdekaan. Kemerdekaan yang harus ditebus dengan darah dan nyawa. Begitu pedih penderitaan dikala itu, seperti halnya Tan Malaka yang terusir dari Negeri sendiri, hanya karena ingin membela nasib buruh dan menghancurkan kapitalisme kaum feodal. Dimana kala itu para kompeni-kompeni Belanda bagai kanibal baru dengan pabrik gulanya. Tan Malaka, Soekarno, Natsir, dan banyak pemuda-pemuda lainnya yang tidak tercatat oleh sejarah, pastilah memiliki pengalaman pribadi dengan cita rasa yang berbeda dalam meneriakkan kemerdekaan. Lalu, Bagaimana dengan kondisi para pemuda Indonesia saat ini?

Ironi bagi bangsa yang bernama Indonesia, seolah pemudanya dewasa ini lupa akan penderitaan yang dialami para pendahulunya dalam merebut kemerdekaan. Mereka sudah terlalu ‘nyaman’ dengan kondisi saat ini. Apalagi ditambah dengan prilaku maling oleh pemimpinnya. Sehingga menyebabkan ke-ogah-an mereka dalam mengurusi negara.
Perilaku mabuk-mabukan, seks bebas, dan narkoba sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sebagian pemuda di Indonesia. Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat (Kelima) DKI Jakarta mengemukakan, jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia pada tahun 2012 mencapai sekitar 5 juta orang. Yang dimana menurut Gependa (Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran) pengguna Narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia mencapai angka 1,3 juta, angka yang fantastis bagi negara yang berbudaya ketimuran. Siapa yang harus disalahkan mengenai realitas ini?
Globalisasi
Globalisasi merupakan ancaman yang menyerang kedaulatan sebuah bangsa. Wabah (globalisasi) ini memang disukai sekaliguis ditakuti. Disukai karena bedampak positif bagi kemudahan masyarakat dalam menjalankan pekerjaannya. karena globalisasi menyebabkan seseorang dengan yang lainnya seperti tidak memilki batas dan jarak. Orang yang berada dibenua amerika dengan mudah bisa berbicara bahkan bertatap mata dengan yang berada dibenua afrika. Ini merupakan dampak globalisasi. karena globalisasi berbanding lurus dengan kemajuan technology. Tapi globalisasi juga ditakuti, karena globalisasi secara perlahan meng-erosi budaya sebuah negara. Dimana globalisasi telah mengikis adat ketimuran pemuda Indonesia. Seks bebas yang dahulunya tabu sekarang sudah menjadi kebiasaan baru. Obat terlarang yang dulunya susah untuk didapat sekarang sudah begitu mudah. Inilah dampak globalisasi yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk berekspresi. Terlepas itu baik atau buruk.
Kembali ketopik awal tentang pemuda, bahwasanya jika dilihat dari kecerdasan Brain, pemuda Indonesia tidak kalah dengan pemuda dinegara lain. Ini terbukti dari prestasi yang diraih ditingkat Dunia. seperti kemenangan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) yang berlaga pada Olimpiade Fisika Internasional ke-41 di Zagreb, Kroasia pada tahun 2010. Dimana dalam lomba yang diikuti oleh 82 negara itu, Tim Indonesia berhasil menyabet empat medali emas. Bukan hanya itu ditahun yang sama (2010), pemuda indonesia lainnya juga berhasil meraih juara umum pada Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Tingkat Dunia ke-17 atau 17th International Conference of Young Scientists (ICYS) yang berlangsung di Denpasar, Bali. Jadi dari data ini bisa dilihat, bahwa yang menjadi permasalahan esensial bagi pemuda Indonesia bukan karena Brain-nya, Melainkan karena cara berfikirnya. Yang perlu diperhatikan, kebanyakan pemuda Indonesia yang cerdas secara intelektual berbanding terbalik dengan kecerdasannya secara spritual. Kita bisa melihat diberbagai media secara masif kasus tawuran, baku hantam suporter sampai perilaku korupsi yang dilakukan oleh pemuda. Jadi untuk saat ini program yang harus digalakkan didunia pendidikan, ialah membentuk pola berfikir para pemuda. Dimana asas kejujuran harus betul-betul ditanamkan. Agar kelak dikemudian hari tidak menjadi intelektual maling atau pelacur intekletual seperti saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.