Oleh: Ali Akbar Hasibuan
"Para
pemimpin muda memiliki energi dan gagasan yang kita perlukan untuk mengubah
dunia kita....” (Ban Ki-moon
dalam acara ECOSOC, Rabu 27/03/2013)
Berbicara tentang pemuda pastilah tiada
habis-habisnya. Pemuda sebagai amunisi yang siap berkorban bagi bangsa
merupakan sebuah hal yang lumrah dalam konteks ke-kinian. Pemuda akan selalu
membersamai perjalanan sebuah bangsa. Karena dalam hakikatnya kemajuan sebuah
bangsa ditentukan oleh kemapanan para pemudanya. Baik dari sisi intelektual,
ekonomi, kontributif, loyalitas dan spritual.
Dahulu pada zaman pra-kemerdekaan
berjuta pemuda turun untuk melawan kolonialisme Belanda maupun jepang. Hanya
sebuah kata yang ingin diteriakkan yaitu kemerdekaan. Kemerdekaan yang harus
ditebus dengan darah dan nyawa. Begitu pedih penderitaan dikala itu, seperti
halnya Tan Malaka yang terusir dari Negeri sendiri, hanya karena ingin membela
nasib buruh dan menghancurkan kapitalisme kaum feodal. Dimana kala itu para
kompeni-kompeni Belanda bagai kanibal baru dengan pabrik gulanya. Tan Malaka, Soekarno,
Natsir, dan banyak pemuda-pemuda lainnya yang tidak tercatat oleh sejarah,
pastilah memiliki pengalaman pribadi dengan cita rasa yang berbeda dalam
meneriakkan kemerdekaan. Lalu, Bagaimana dengan kondisi para pemuda Indonesia
saat ini?
Ironi bagi bangsa yang bernama
Indonesia, seolah pemudanya dewasa ini lupa akan penderitaan yang dialami para
pendahulunya dalam merebut kemerdekaan. Mereka sudah terlalu ‘nyaman’ dengan kondisi
saat ini. Apalagi ditambah dengan prilaku maling oleh pemimpinnya. Sehingga
menyebabkan ke-ogah-an mereka dalam mengurusi negara.
Perilaku mabuk-mabukan, seks bebas, dan
narkoba sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sebagian
pemuda di Indonesia. Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat (Kelima) DKI Jakarta
mengemukakan, jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia pada
tahun 2012 mencapai sekitar 5 juta orang. Yang dimana menurut Gependa (Gerakan
Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran) pengguna Narkoba di kalangan pelajar
dan mahasiswa Indonesia mencapai angka 1,3 juta, angka yang fantastis bagi
negara yang berbudaya ketimuran. Siapa yang harus disalahkan mengenai realitas
ini?
Globalisasi
Globalisasi merupakan ancaman yang
menyerang kedaulatan sebuah bangsa. Wabah (globalisasi) ini memang disukai
sekaliguis ditakuti. Disukai karena bedampak positif bagi kemudahan masyarakat
dalam menjalankan pekerjaannya. karena globalisasi menyebabkan seseorang dengan
yang lainnya seperti tidak memilki batas dan jarak. Orang yang berada dibenua
amerika dengan mudah bisa berbicara bahkan bertatap mata dengan yang berada
dibenua afrika. Ini merupakan dampak globalisasi. karena globalisasi berbanding
lurus dengan kemajuan technology.
Tapi globalisasi juga ditakuti, karena globalisasi secara perlahan meng-erosi
budaya sebuah negara. Dimana globalisasi telah mengikis adat ketimuran pemuda
Indonesia. Seks bebas yang dahulunya tabu sekarang sudah menjadi kebiasaan
baru. Obat terlarang yang dulunya susah untuk didapat sekarang sudah begitu
mudah. Inilah dampak globalisasi yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang
untuk berekspresi. Terlepas itu baik atau buruk.
Kembali ketopik awal tentang pemuda,
bahwasanya jika dilihat dari kecerdasan Brain,
pemuda Indonesia tidak kalah dengan pemuda dinegara lain. Ini terbukti dari
prestasi yang diraih ditingkat Dunia. seperti kemenangan Tim Olimpiade Fisika
Indonesia (TOFI) yang berlaga pada Olimpiade Fisika Internasional ke-41 di
Zagreb, Kroasia pada tahun 2010. Dimana dalam lomba yang diikuti oleh 82 negara
itu, Tim Indonesia berhasil menyabet empat medali emas. Bukan hanya itu ditahun
yang sama (2010), pemuda indonesia lainnya juga berhasil meraih juara umum pada
Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Tingkat Dunia ke-17 atau 17th International
Conference of Young Scientists (ICYS) yang berlangsung di Denpasar, Bali. Jadi
dari data ini bisa dilihat, bahwa yang menjadi permasalahan esensial bagi pemuda
Indonesia bukan karena Brain-nya,
Melainkan karena cara berfikirnya. Yang perlu diperhatikan, kebanyakan pemuda
Indonesia yang cerdas secara intelektual berbanding terbalik dengan kecerdasannya
secara spritual. Kita bisa melihat diberbagai media secara masif kasus tawuran,
baku hantam suporter sampai perilaku korupsi yang dilakukan oleh pemuda. Jadi untuk saat ini program yang harus digalakkan didunia pendidikan,
ialah membentuk pola berfikir para pemuda. Dimana asas kejujuran harus
betul-betul ditanamkan. Agar kelak dikemudian hari tidak menjadi intelektual
maling atau pelacur intekletual seperti saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.