Oleh: Ali Akbar Hasibuan
“Seorang
terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalgi dalam
perbuatan” (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia). Sudah
15 tahun organisasi mahasiswa bernama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) ikut andil dalam sejarah perjalanan republik Indonesia, organisasi yang lahir dari pertemuan FSLDK
ini, secara perlahan sudah berani menunjukkan eksistensinya dijagat
kemahasiswaan. Terlihat dari mengguritanya organisasi ini lahir diberbagai
kampus, baik yang negeri maupun swasta.
Pertumbuhan secara masif
ini memang harus diapresiasi, apa lagi dengan adanya beberapa tokoh yang
sudah ‘mencuat’ kepublik, yang lahir dari rahim KAMMI, seperti Fahri Hamzah
(Anggota DPR RI, ketua KAMMI 1998 ), Andi Rahmat (Anggota DPR RI, ketua KAMMI
2000), Hanta Yuda (pengamat politik, KAMMI UGM), padahal untuk ukuran sebuah organisasi
KAMMI terbilang masih ‘remaja’. Berbeda dengan organisasi seperti HMI, PMII,
GMKI, PMKRI yang telah lebih dahulu memproklamirkan diri sebagai sebuah organisasi
mahasiswa. Tapi pertumbuhan ini, seharusnya menjadi bahan bacaan bagi
orang-orang yang berada distruktur KAMMI, untuk memperbaiki pemikiran para
kader, sehingga kader menjadi orang yang berpengaruh dikomunistasnya
(Non-KAMMI). Menurut saya ada beberapa yang harus dikritisi atau diperbaiki
pada pemikiran ‘segelintir’ kader KAMMI.
Pertama dakwah, dalam paradigma gerakan KAMMI telah
ditulis dengan jelas bahwa KAMMI, salah-satunya merupakan organisasi dakwah ketauhidan (baca: Pradigma),
bagi saya dakwah bukan hanya dilakukan secara struktur, seperti dengan
kajian-kajian, MK Khos, MK Klasikal dan lainnya, tapi seharusnya para kader
sudah berani terjun langsung kedunia orang-orang hedon, saya menyebutnya dengan ’Dakwah
kultural’, dimana orang lain tidak mengetahui bahwa nilai-nilai Islam telah
sampai kepadanya melalui kita dengan tidak membawa-bawa nama KAMMI. Ini bisa
dilakukan apabila kader sudah berani melepaskan dapur KAMMI-nya dengan
bergabung dengan teman-taman gerakan lainnya, tentunya secara kultural bukan
secara struktur.
Jujur adanya saya tidak pernah melihat kader KAMMI
(khususnya UIN SUKA) berada ditempat yang biasanya dipenuhi oleh mahasiswa
(tempat nongkrong di kampus), padahal tempat-tempat seperti ini merupakan
tempat yang strategis untuk digaraf sebagai pembuktian bahwa, organisasi KAMMI bukan
kumpulan orang-orang eksklusif.
Kedua kesakralan terhadap seseorang, gerakan KAMMI merupakan gerakan tarbiyah, dengan meng-induk kepada
Ikhwanul Muslimin, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana yang mengadopsi
tarbiyah sebagai gerakan bukan hanya KAMMI? masih banyak yang lainnya. Tentulah
ada beberapa kesamaan dari segi kegiatan maupun pemikiran. Tapi yang menjadi
salah bagi saya adalah apabila kader KAMMI sudah menyakralkan seseorang karena
alasan ‘kakak seperguruan’ dengan simbol tarbiyah. Sehingga yang terjadi adalah,
kita tidak bisa melihat kesalahan yang dilakukan seseorang karena akibat dari
penyakralan tersebut. Seperti kasus yang menjerat Lutfi Hasan Ishaq (kasus
impor sapi). Seolah beberapa kader KAMMI menempatkan LHI sebagai orang yang
tidak akan pernah salah, yang tidak akan pernah tergoda dengan uang. Apalagi kita
di’buali’ dengan kata konspirasi yang tidak bisa dibuktikan atau belum bisa
dibuktikan. Penempatan PKS sebagai organisasi langit yang lepas dari kesalahan
dan kekurangan, bagi saya adalah sebuah pembodohan pemikiran, padahal jamak
kita ketahui bahwa PKS adalah organisasi bumi yang mungkin orang-orangya hendak
mencapai syurga.
Ketiga
bukan yang paling benar, Ikwanul Muslimin bukanlah satu-satunya gerakan Islam lintas
negara yang sekarang sudah mendunia, tapi banyak lagi gerakann-gerakan lainnya
seperti Hizbut Tahrir, Jama’ah islamiyah, Majelis Tabligh dan banyak lainnya.
Dengan keberagaman jama’ah ini yang tujuannya sama-sama Islam, menandakan bahwa
kebenaran dan cita mulia bukan hanya ada pada Ikhwan sebagai induk KAMMI.
Difasei ini seharusnya kader sudah selesai, sehingga dengan mudah untuk
berinteraksi dengan orang-orang lain diluar jama’ah Tarbiyah.
KAMMI dan Romantisme Ikhwan
Kemunduran
umat islam saat ini, bukanlah semata-mata karena pembakaran buku-buku di Baghdad
oleh tentara Mongol, sehingga umat Islam tidak memiliki panduan untuk
pembelajaran. Padahal kalau kita berbicara keilmuan tempat transit ilmu yang disebut dengan Baitul Hikmah
telah ada didua kota besar, yakni Damaskus (translete
dari Latin ke Arab) dan di Andalusia (translete
dari Arab ke Erofa). Salah seorang pemikir barat mengatakan, bahwa kemunduran
umat Islam sekarang ini ialah karena
faktor romantisme masa lalu, yaitu membangga-banggakan masa lalu yang telah
berhasil menguasai sepertiga dunia. Sehingga yang terjadi adalah kemalasan
untuk bergerak dan berjuang karena masa kejayaan seperti itu telah pernah
dicicipi.
Jika sebagian umat Islam terlena
dengan kejayaan masa lalu, tidak semestinya para kader KAMMI amini dengan
melakukan perbuatan yang sama. Seharusnya realita seperti ini menjadi semangat
para kader untuk sebuah kemenangan, karena kader KAMMI dan para penerus KAMMI menjadi perebut kemenangan yang hanya akan
KAMMI persembahkan untuk Islam (Kredo kelima).
sangat bagus deh tulisan antum hehehe... tertarik nak ikut jadi penulis
BalasHapusbiasa aja kok bro, masih jauh dengan tulisan2 yang lain. menulis itu untuk mempengaruhi pemikiran orang. :D. nnti klw antum sudah buat blog, kasi tau ane y
Hapus