14 Februari 2013

'Indonesia' Melirik Ke India


Oleh: Ali Akbar Hasibuan*

Tahun baru tidaklah sepatutnya diperingati hanya dengan acara seremonial belaka, apatah lagi acara memperingati tahun baru itu dibiyayai oleh uang negara, perayaan malam tahun baru yang identik dengan kembang api bukanlah hal yang baru diarena perjalanan bangsa Indonesia, perayaan yang tidak sedikit menghabiskan uang negara ini sangat konsensif dengan kondisi kebanyakan masyarakat Indonesia yang kaum proletar.
Ratusan juta uang negara dibakar hanya untuk mempringati apa yang disebut “happy new year”. Sudah semestinya para pejabat negara atau daerah bersikap arif dalam mempringati tahun baru, bukan hanya sekedar
acara formalitas belaka, seharusnya tahun baru dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan dalam mensejahterakan rakyat.
            Kemajuan Technology di Amerika dan Europa, Perkembangan pertanian dan peternakan di Israel, nuklir di Iran, India tampil kepermukaan dengan sistem liberalisasi ekonominya, China dengan produk tekstilnya yang menjajah keberbagai penjuru dunia. Entah harus kemajuan-kemajuan apalagi yang mampu menyadarkan Republik Indonesia. Karena sudah cukup jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lainnya.
Melirik Negeri Bollywood
            Studi Sorensen (1993, dalam Syihabuddin, 2004) menyebutkan India merupakan salah satu negara terbesar di Selatan yang paling stabil dalam melaksanakan demokrasi elektroral atau system demokrasi. Namun, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat India, dengan ratusan ribu penduduk mati tiap tahunnya karena parahnya kekurangan gizi dan kelaparan.
            Tapi pada tahun 90-an negeri Mohandas Karamchand Gandhi atau yang lebih dikenal dengan nama Mahatma Ghandi mulai memperbaiki diri, perbaikan-perbaikan tersebut dapat dilihat dengan kemajuan-kemajuan teknologi egineering di India, berbagai jenis produk-produk mereka secara perlahan sudah mulai bisa bersaing dipasar dunia. Tidak sampai disitu negara nomor tiga ekonomi terbesar di Asia ini begitu ambisius karena berani menargetkan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8 persen hingga tahun 2017 mengalahkan negara China yang notabene negara ekonomi terbesar nomor dua di dunia hanya berani menargetkan pertumbuhan ekonomi tahunannya saat ini 7,5 persen. Sebagaimana yang diungkapkan Perdana Menteri India, Manmohan Singh "Mencapai target pertumbuhan 8 persen masih menjadi sebuah target ambisius ketika pada tahun pertama, pertumbuhan ekonomi kurang dari 6 persen," kata Perdana Menteri India, Manmohan Singh, saat berpidato dalam rapat kabinet untuk meninjau kembali rencana ekonomi pemerintah 2012-2017 di New Delhi, Kamis (27/12).
India, Dogma yang membudaya dan Anarkisme Individualisme
            Kemajuan yang dicapai di India ini dikarenakan beberap faktor salah satunya adalah liberalisasi ekonomi yang dilakukan pada tahun 1991 ketika PV Narasimha Rao menjadi Perdan Menteri dan Manmohan Singh menjadi Menteri Keuangan. Liberalisasi ini bukan hanya mengakhiri monopoli negara diberbagai sektor tapi juga mengizinkan para investor asing menggeluti berbagai bisnis domestik. Tak kalah penting dalam mendukung kemajuan di India ialah sektor pendidikan yang menghasilkan lulusan berkualitas dibidang teknologi, siapa yang tidak mengenal perguruan-perguruan tinggi di India karena kualitasnya dalam bidang teknologi seperti Indian Institute of India (IIT), Institute of science (IISc), Nasional Institute of Technology (NIT) dll.
            Terlepas dari semua itu ada sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh khalayak publik mengenai kultural mayoritas masyarakat India, Didalam dogma Hindu ada yang disebut dengan jaghadita[1] dimana ajaran ini sifatnya kebahagiaan lahiriah, kebahagiaan ini menurut interpretasi  mereka bisa terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan itu dapat terpenuhi. Berangkat dari dogma inilah menurut hemat penulis yang membuat hampir seluruh orang India yang berada diberbagai Negara tak luput Indonesia tidak pernah melupakan keluarganya  yang berada di negara asalnya yaitu India, agar saudara mereka dapat menjalankan dogma tersebut yaitu Jaghadita. Mereka selalu mengirimkan uang kepada saudara-saudaranya yang ada di India sehinga bisa membantu dan mengurangi beban pemerintah.
            Keinginan orang-orang India dalam membantu saudaranya ini diamini oleh salah satu tradisi filsafat yang menekankan pada persamaan kebebasan dan kebebasan individual, yang disebut dengan Individual-anarkisme. Konsep ini umumnya berasal dari liberalisme klasik. Kelompok individual-anarkisme percaya bahwa “hati nurani individu seharusnya tidak boleh dibatasi oleh institusi atau badan-badan kolektif atau otoritas publik”. Karena berasal dari tradisi liberalisme, individual-anarkisme sering disebut juga dengan nama “anarkisme liberal”. Tokoh yang mencetuskan teori individual-anarkisme ialah adalah Max Stirner.[2] Dan beberapa tokoh lainya yang terlibat seperti Josiah Warren, Benjamin Tucker, John Henry Mackay, Fred Woodworth, dan lain-lain.

Indonesia
Enam puluh tujuh tahun Indonesia sudah merdeka, proklamasi itu masih terngiang-ngiang ditelinga publik, tapi apalah guna proklamasi jika hanya menghilangkan penjajah yang tampak tapi perpanjangan tangan kolonial masih bercokol di negeri ini. Masih segar rasanya kelakuan-kelakuan perusahaan asing yang mengeksploitasi sumber daya alam di Indonesia, ada PT Freport di Papua, PT Newmont Mining di Nusa Tenggara Timur, PT Inco dll.
Bulan maret 2012 BPS (Badan Pusat Statistik) mengungkapkan bahwa ada sekitar 29,13 juta rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan, jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan seluruh rakyat Malaysia 28,3 juta atau Australia 21,5 juta. Miris memang melihat kondisi Negeri ini yang disebut-sebut sebagai tanah syurga, karena hampir diseluruh pelosok negeri memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Tetapi apa daya bagi kaum proletar, dikarenkan adanya kepentingan-kepentingan segelintir orang-orang yang berpengaruh di negeri ini membuat hasil dri sumber daya alam itu tidak bisa dinikmati anak cucu mereka.
Sudah saatnya bangsa ini bangun dari tidur panjangnya. Selayaknya bangsa ini menjadi pemimpin pradaban baru, bukan hanya sekedar menjadi penonton ketika kemajuan-kemajuan itu terjadi dibelahan pelosok dunia. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dengan bermacam suku dan karakter yang berbeda-beda tentulah bangsa ini memiliki multi potensi, dikarenakan terdapatnya multikultural antara daerah satu dengan yang lainnya. Dibutuhkan komitmen yang yang tangguh dari semua kalangan pihak demi cita-cita kemajuan Bangsa, terutama para pemuda sebagai harapan untuk masa depan sebagai mana perkataan Franklin D Roosevelt “kita tidak bisa selalu membangun masa depan untuk generasi muda, tetapi kita dapat membangun generasi muda untuk masa depan”.
Hanya waktulah yang akan membuktikan maju atau hancurnya Indonesia, Bukanlah dikatakan sebuah negara apabila tidak bisa mensejahterakan rakyatnya.

......................................
1. Jagadhita juga disebut bukti yaitu kemakmuran dan kebahagiaan setiap orang, masyarakat, maupun negara.
2.  Max Stirner adalah seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan teorinya tentang individualisme radikal. Sebenarnya Max Stirner adalah nama samaran, sedangkan nama aslinya adalah Kasper Schmidt. Stirner dilahirkan di Bayreuth pada tahun 1805-1856.. Karya terpenting Stirner adalah buku berjudul "Individu dan Miliknya” yang terbit pada tahun 1845.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.