Oleh: Ali Akbar Hasibuan*
Tahun
baru tidaklah sepatutnya diperingati hanya dengan acara seremonial belaka,
apatah lagi acara memperingati tahun baru itu dibiyayai oleh uang negara,
perayaan malam tahun baru yang identik dengan kembang api bukanlah hal yang
baru diarena perjalanan bangsa Indonesia, perayaan yang tidak sedikit
menghabiskan uang negara ini sangat konsensif dengan kondisi kebanyakan
masyarakat Indonesia yang kaum proletar.
Ratusan
juta uang negara dibakar hanya untuk mempringati apa yang disebut “happy new year”. Sudah semestinya para
pejabat negara atau daerah bersikap arif dalam mempringati tahun baru, bukan
hanya sekedar
acara formalitas belaka, seharusnya tahun baru dijadikan sebagai
bahan evaluasi untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan dalam mensejahterakan
rakyat.
Kemajuan Technology di Amerika dan Europa,
Perkembangan pertanian dan peternakan di Israel, nuklir di Iran, India tampil
kepermukaan dengan sistem liberalisasi ekonominya, China dengan produk tekstilnya yang menjajah keberbagai penjuru
dunia. Entah harus kemajuan-kemajuan apalagi yang mampu menyadarkan Republik
Indonesia. Karena sudah cukup jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lainnya.
Melirik
Negeri Bollywood
Studi Sorensen (1993, dalam Syihabuddin, 2004) menyebutkan India
merupakan salah satu negara terbesar di Selatan yang paling stabil dalam
melaksanakan demokrasi elektroral atau system demokrasi. Namun, tidak ada perubahan
yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat India, dengan ratusan ribu
penduduk mati tiap tahunnya karena parahnya kekurangan gizi dan kelaparan.
Tapi pada tahun 90-an negeri Mohandas Karamchand Gandhi atau yang lebih dikenal
dengan nama Mahatma Ghandi mulai memperbaiki diri, perbaikan-perbaikan tersebut
dapat dilihat dengan kemajuan-kemajuan teknologi egineering di India, berbagai
jenis produk-produk mereka secara perlahan sudah mulai bisa bersaing dipasar
dunia. Tidak sampai disitu negara nomor tiga ekonomi terbesar di Asia ini
begitu ambisius karena berani menargetkan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8
persen hingga tahun 2017 mengalahkan negara China yang notabene negara ekonomi
terbesar nomor dua di dunia hanya berani menargetkan pertumbuhan ekonomi
tahunannya saat ini 7,5 persen. Sebagaimana yang diungkapkan Perdana Menteri
India, Manmohan Singh "Mencapai target pertumbuhan 8 persen masih menjadi
sebuah target ambisius ketika pada tahun pertama, pertumbuhan ekonomi kurang
dari 6 persen," kata Perdana Menteri India, Manmohan Singh, saat berpidato
dalam rapat kabinet untuk meninjau kembali rencana ekonomi pemerintah 2012-2017
di New Delhi, Kamis (27/12).
India, Dogma yang membudaya dan Anarkisme
Individualisme
Kemajuan
yang dicapai di India ini dikarenakan beberap faktor salah satunya adalah liberalisasi
ekonomi yang dilakukan pada tahun 1991 ketika PV Narasimha Rao menjadi Perdan
Menteri dan Manmohan Singh menjadi Menteri Keuangan. Liberalisasi ini bukan
hanya mengakhiri monopoli negara diberbagai sektor tapi juga mengizinkan para investor
asing menggeluti berbagai bisnis domestik. Tak kalah penting dalam mendukung
kemajuan di India ialah sektor pendidikan yang menghasilkan lulusan berkualitas
dibidang teknologi, siapa yang tidak mengenal perguruan-perguruan tinggi di
India karena kualitasnya dalam bidang teknologi seperti Indian Institute of India (IIT), Institute of science (IISc), Nasional
Institute of Technology (NIT) dll.
Terlepas
dari semua itu ada sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh khalayak publik
mengenai kultural mayoritas masyarakat India, Didalam dogma Hindu
ada yang disebut dengan jaghadita[1] dimana ajaran ini sifatnya kebahagiaan
lahiriah, kebahagiaan ini menurut interpretasi mereka bisa terwujud apabila
kebutuhan-kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan itu dapat terpenuhi.
Berangkat dari dogma inilah menurut hemat penulis yang membuat hampir seluruh
orang India yang berada diberbagai Negara tak luput Indonesia tidak pernah
melupakan keluarganya yang berada di
negara asalnya yaitu India, agar saudara mereka dapat menjalankan dogma
tersebut yaitu Jaghadita. Mereka
selalu mengirimkan uang kepada saudara-saudaranya yang ada di India sehinga
bisa membantu dan mengurangi beban pemerintah.
Keinginan orang-orang India dalam membantu
saudaranya ini diamini oleh salah satu tradisi filsafat yang menekankan pada
persamaan kebebasan dan kebebasan individual, yang disebut dengan Individual-anarkisme.
Konsep ini umumnya berasal dari liberalisme klasik. Kelompok
individual-anarkisme percaya bahwa “hati nurani individu seharusnya tidak boleh
dibatasi oleh institusi atau badan-badan kolektif atau otoritas publik”. Karena
berasal dari tradisi liberalisme, individual-anarkisme sering disebut juga
dengan nama “anarkisme liberal”. Tokoh yang mencetuskan teori individual-anarkisme
ialah adalah Max Stirner.[2] Dan beberapa tokoh lainya yang terlibat seperti
Josiah Warren, Benjamin Tucker, John Henry Mackay, Fred Woodworth, dan lain-lain.
Indonesia
Enam
puluh tujuh tahun Indonesia sudah merdeka, proklamasi itu masih
terngiang-ngiang ditelinga publik, tapi apalah guna proklamasi jika hanya
menghilangkan penjajah yang tampak tapi perpanjangan tangan kolonial masih
bercokol di negeri ini. Masih segar rasanya kelakuan-kelakuan perusahaan asing
yang mengeksploitasi sumber daya alam di Indonesia, ada PT Freport di Papua, PT
Newmont Mining di Nusa Tenggara Timur, PT Inco dll.
Bulan
maret 2012 BPS (Badan Pusat Statistik) mengungkapkan bahwa ada sekitar 29,13 juta
rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan, jumlah tersebut lebih
banyak jika dibandingkan dengan seluruh rakyat Malaysia 28,3 juta atau
Australia 21,5 juta. Miris memang melihat kondisi Negeri ini yang disebut-sebut
sebagai tanah syurga, karena hampir diseluruh pelosok negeri memiliki sumber
daya alam yang melimpah ruah. Tetapi apa daya bagi kaum proletar, dikarenkan
adanya kepentingan-kepentingan segelintir orang-orang yang berpengaruh di
negeri ini membuat hasil dri sumber daya alam itu tidak bisa dinikmati anak
cucu mereka.
Sudah
saatnya bangsa ini bangun dari tidur panjangnya. Selayaknya bangsa ini menjadi
pemimpin pradaban baru, bukan hanya sekedar menjadi penonton ketika
kemajuan-kemajuan itu terjadi dibelahan pelosok dunia. Bangsa ini adalah bangsa
yang besar dengan bermacam suku dan karakter yang berbeda-beda tentulah bangsa
ini memiliki multi potensi, dikarenakan terdapatnya multikultural antara daerah
satu dengan yang lainnya. Dibutuhkan komitmen yang yang tangguh dari semua
kalangan pihak demi cita-cita kemajuan Bangsa, terutama para pemuda sebagai
harapan untuk masa depan sebagai mana perkataan Franklin D Roosevelt “kita tidak bisa selalu membangun
masa depan untuk generasi muda, tetapi kita dapat membangun generasi muda untuk
masa depan”.
Hanya
waktulah yang akan membuktikan maju atau hancurnya Indonesia, Bukanlah
dikatakan sebuah negara apabila tidak bisa mensejahterakan rakyatnya.
......................................
1. Jagadhita juga disebut bukti yaitu kemakmuran dan kebahagiaan
setiap orang, masyarakat, maupun negara.
2. Max
Stirner adalah
seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan teorinya
tentang individualisme radikal. Sebenarnya Max Stirner adalah nama
samaran, sedangkan nama aslinya adalah Kasper Schmidt. Stirner dilahirkan di Bayreuth pada
tahun 1805-1856.. Karya
terpenting Stirner adalah buku berjudul "Individu dan Miliknya” yang
terbit pada tahun 1845.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.