14 Mei 2013

Membendung Gempuran Buah Impor "Formalin"

Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Masuknya buah impor yang mengandung formalin di DIY diduga telah terjadi bertahun-tahun. Tetapi hingga saat ini belum ada tindakan dari pemerintah. Buah-buah yang berformalin itu kebanyakan didatangkan dari negara China, dan ada sebagian dari negara Thailand seperti kelengkeng. (Harian Jogja, 30/4). Fenomena ini tentulah sangat meresahkan masyarakat, bukan hanya para konsumen buah pada umumnya tetapi juga para petani buah lokal. Konsumen resah karena kandungan formalin yang terdapat di dalam buah impor itu, sementara petani lokal resah karena tidak dapat bersaing dengan buah impor tersebut. Karena kebanyakan pedagang buah, lebih memilih untuk menjual buah impor dari pada buah hasil keringat para petani lokal. Sebagaimana yang dilansir oleh Harian Jogja, melalui pengakuan seorang pedagang, mengatakan bahwa buah impor itu dapat awet sampai satu bulan, sedangkan buah lokal seperti jeruk, dua hingga tiga hari sudah keriput bahkan busuk. Maka dari itu para pedagang buah lebih memilih untuk menjual buah impor dari pada buah lokal karena dilandasi oleh faktor keuntungan (laba).
Tapi seharusnya faktor untuk meraih keuntungan itu, tidaklah menjadi sebuah alat legitimasi untuk membolehkan para pedagang menjual buah yang berformalin, karena ini akan bisa membahayakan kesehatan para konsumen. Menurut International Proggrame on Chemical Safety (IPCS), batas toleransi formalin yang dapat diterima oleh tubuh manusia ialah 0,1 mg perliter (minuman), dan 0,2 mg perliter (makanan). Tapi apabila lebih dari pada itu, maka akan dapat menimbulkan pelbagai penyakit, seperti kanker, sesak nafas, batuk kronis, iritatif lambung dan banyak lainnya. Telepas dari pelbagai penyakit berbahaya yang ditimbulkan oleh formalin itu, entah apa pasalnya seolah pemerintah tutup mata dengan kejadian ini, bahkan Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai institusi pemerintah yang paling bertanggung jawab terhadap peredaran buah impor mengaku tidak tahu dengan hal ini. Kalau sudah seperti ini, kepada siapa lagi rakyat harus memberikan amanah kepercayaannya?

Apa yang harus dilakukan?                                                                 

Dalam hal menanggulangi gempuran buah impor yang berformalin ini menurut penulis, sudah selayaknya pemerintah memperthatikan terlebih dahulu unsur-unsur komponen yang terkait didalamnya. Karena masalah ini merupakan masalah yang sangat komplet sekali. Di mana harus memperhatikan agar tidak adanya komponen-komponen yang merasa dirugikan, seperti para konsumen buah dan para petani lokal. Karena komponen-komponen ini satu sama lainnya saling berkaitan.
Pertama, para konsumen. Konsumen biasanya tidak pernah mempertanyakan, ini buah impor atau buah lokal dan kebanyakan dari para konsumen tidak dapat membedakan mana buah yang berformalin dan mana yang tidak. Karena bagi para konsumen yang terpenting ialah kualitas buah dan harga yang terjangkau. Jika sudah seperti ini penyelesaiannya cukuplah mudah, yaitu dengan meningkatkan kualitas buah lokal agar dapat menyaingi buah impor yang berformalin tersebut. Dan semua ini dikembalikan kepada pemerintah, karena yang dapat memberikan bantuan kepada petani buah agar dapat meningkatkan kualitas buahnya sewajarnya ialah pemerintah.
Kedua, para petani lokal. Adapun faktor yang menyebabkan para petani buah lokal tidak dapat bersaing dengan buah impor yang segar dan bagus adalah minimnya modal. Karena modal menjadi salah satu perkara yang esensial dalam mengembangkan usaha perkebunan buah. Minimnya modal menyebabkan para petani buah mengerjakan kebun buahnya dengan ala kadarnya saja. Sehingga buah yang dihasilkan pun tidak terlalu bagus. Untuk mendapatkan buah yang bagus haruslah dengan ekstra kerja dan ekstra biaya. Contohnya seperti proses pemupukan yang tidak boleh dilewatkan, tapi untuk saat ini harga pupuk di pasaran tidaklah murah. Maka dari itu, di sinilah peran pemerintah dalam membantu rakyat, yakni dengan memberikan bantuan kepada para petani buah lokal, agar dapat mengembangkan usahanya, baik itu berupa uang, pupuk dan lain-lain.
Akhirnya, semua itu dikembalikan lagi ke pada pemerintah. Mau apa tidaknya bekerja keras untuk menyejahterakan segenap lapisan masyarakat. Karena kita ketahui bahwa negara ini dan khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah daerah yang agraris, di mana hampir segala macam tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Tapi, potensi tanah yang subur ini hanya menjadi mubazir apabila tidak di kelola dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.