16 Mei 2013

"Sowan" to Ustad Fatan

Rabu, tanggal 15 mei 2013 saya dan teman-teman organisasi mengunjungi seorang tokoh, ustad Fatan Fantastik sapaan akrabnya. Kunjungan kami ini memang sudah menjadi salah satu agenda angkatan kami sebagai organisasi KAMMI. Sekitar pukul empat sore kami berangkat dari kampus untuk menuju rumah beliau di Godean (spesifiknya saya lupa). Walaupun pelbagai rintangan, akhirnya kami sampai di rumah beliau pukul lima sore, memang waktu yang kami habiskan unutk perjalanan itu cukup lama, maklumlah kami berangkatnya secara rombongan, apatah lagi ada akhwatnya, yang membawa motor bagaikan membawa becak (lambat). Sesampainya di rumahnya ustad fatan Fantastik, kami disambutnya dengan senyum nan ramah, apatah lagi sekitar sepuluh menit kemudian kami disuguhi makanan-makanan ringan dan minuman, yang menambah nilai kenyamanan. Tidak ada acara khusus sih kami ke sana, hanya sekedar sharing-sharing saja seputar perjuangan beliau di kampus dahulu.

Menurut saya ada suatu kata-kata beliau yang menarik “Dakwah di kampus adalah sebagai awal untuk dakwah di masyarakat”. Dan saya membenarkan perkataan ini, karena kampus merupakan tempat yang representatif untuk melatih mental dan memperkaya wawasan. Di mana kampus sebagai entitas medan perjuangan, dalam menguji ketahanan ideologi para kader yang telah meng-azam-kan dirinya sebagai ruh dakwah itu sendiri. Karena di kampus kita akan menemui kultur yang sangat berbeda-beda satu sama lain. Mulai dari fundamental, hedon, demokrat sampai yang agak kiri. Di sinilah kepekaan dan kepahaman kita akan di uji, kita hanya punya satu pilihan, yakni antara : menjadi sebuitir telur ketika di dalam air panas, menjadi kopi yang mengubah warna air atau bahkan menghindar sama sekali. Pilihan itu di tangan kita!
Tak terasa, waktu yang memisahkan kami dengan sang ustad yang juga penulis buku “enak bener jadi orang pinter dan Bikin belajar seenak Coklat”. Pada intinya, pertemuan kami dengan beliau telah menambal semngat-semangat kami kembali, yang mungkin sebelumnya telah koyak oleh terpaan badai angin dengan realitas medan yang terjal.
Ada perasaan salut tersendiri kepada beliau, di mana beliau rela untuk meninggalkan gemerlap perkotaan dengan tinggal di desa. Ini memang karena panggilan dakwah itu sendiri. Bahwa beliau tinggal di desa itu untuk membangun masyarkat agar lebih cinta lagi kepada agamanya. Cerita beliau yang menarik dan yang masih saya ingat ialah, beliau tidak mau membangun masjid baru untuk pesantren yang di bangun dari wakaf para kaum-kaum berjuis. Beliau beranggapan biarlah masjid yang telah ada di tengah-tengah masyarakat itu di hidupkan kembali, karena kalau membangun masjid baru untuk santri-santirnya, maka masjid yang telah ada itu akan tetap seperti itu, tetap tak terawat. Pandangan yang cerdas menurut saya, walaupun masjid yang lama itu agak kecil. Tapi tidak menjadi masalah, karena lebih baik mengecilkan masjid dengan jama’ah yang membeludak dari pada melapangkan masjid dengan kekosongan jama’ah.
Akhirnya, kami pulang dari rumah beliau sekitar pukul delapan malam, padahal sebelumnya kami berniat untuk pulang lebih awal. Tapi apa yang hendak dikata, Allah lah yang punya kuasa. Rintik-rintikan hujanNya menjadi rahmat sekaligus pelipur lara bagi kami untuk lebih lama lagi membersamai ustad fatan. Acara silaturrahim kami itu diakhiri dengan fhoto bersama dengan beliau, agenda pada hari itu terasa cukup bermanfaat dengan segala motivasi dari beliau. Apa lagi kegiatan ini membuat kami semakin akrab sesama kader sebuah organisasi, yang kami yakini sebagai wadah perjuangan permanen dalam mebentuk kader-kader pemimpin masa depan dalam mewujudkan bangsa dan negara yang Islami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.