Oleh: Ali Akbar Hasibuan
Tanggal 2 mei telah diperingati sebagai hari pendidikan
nasional. Hari yang setiap tahunnya selalu diperingati dengan berbagai
ritual-ritual, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat
pada umumnya. Tapi, ada satu ritual yang tidak pernah luput dari perhatian
masyarakat yakni aksi massa. Begitu juga untuk Hardiknas pada tahun ini, berbagai
segmen masyarakat turun kejalan untuk meneriakkan tuntutan-tuntutan mereka
kepada pemerintah. Seperti yang terjadi di Yogyakarta, mulai dari mahasiswa,
buruh, para guru dan lain-lain, bergabung dalam satu barisan massa aksi. Aksi
bagi rakyat sudah menjadi salah-satu ritual yang efektif untuk meneriakkan
keadilan. Karena selama ini, wakil rakyat yang diharapkan bisa menjadi penyambung
suara mereka ke pemerintah, ternyata malah menusuk mereka dari belakang, dengan
prilaku korupsinya.
Potret
pendidikan negeri
Di tengah kisruhnya perpolitikan negeri dengan segala
candu ‘korupsi’ nya, mata masyarakat lagi-lagi dikejutkan dengan gagalnya
proses pelaksanaan ujian nasional tingkat Sekolah Menengah Atas. Nampaknya,
carut-marut dunia politik memiliki dampak yang besar terhadap dunia pendidikan di
negeri ini.
Sistem pendidikan yang buruk tentulah memiliki pengaruh
bagi kemajuan sebuah negara. Karena bagaimanapun juga, majunya sebuah negara
selalu berbanding lurus dengan bagusnya sistem pendidikan di negera tersebut.
Sejarah telah membuktikan, bagaimana majunya Dinasti Abbasiyyah (132-656 H)
yang ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu, ini terbukti dengan
lahirnya ilmuan-ilmuan dunia yang terkenal seperti Ibnu Sina (Avicenna) di bidang
kedokteran, al-Khawarizmi di bidang matematika (yang menciptakan ilmu al-jabar),
al-Farabi (seorang ahli filsafat yang banyak menerjemahkan buku-buku yunani
kuno seperti kitab politeia Plato), dan banyak lainnya.
Tapi, nampaknya potret sejarah itu tidak menjadi wacana
bagi para pemimpin negeri ini dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Ini jelas terlihat dari berbagai survei. Menurut Tabel Liga
global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson, dari beberapa negara Indonesia
berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil, dimana posisi puncak di
tempati oleh Fidlandia dan Korea selatan.
Seharusnya, dewasa ini yang menjadi perhatian besar
pemerintah ialah bagaimana memajukan pendidikan di negeri ini. Karena jika ilmu
sudah berkembang di sebuah negara maka secara perlahan negara itu akan keluar dari
keterpurukannya. Sebagaimana Malaysia pada tahun 70-an, peringkatnya sangat
jauh di bawah Indonesia. Tapi, seiring berjalannya waktu, negara ini mulai bisa
bersaing dengan negara-negara yang lain. Hal ini terjadi karena andil besar
dari sarjana-sarjana mudanya, di mana dahulu pemerintah Malaysia mengirim
putera-puteri bangsanya ke luar negeri untuk menuntut ilmu, bahkan di
Universitas-universitas Indonesia dahulu banyak dijumpai mahasiswa-mahasiswa
dari Malaysia. Dan sekarang mereka telah ‘panen’ karena mahasiswa-mahasiswa
yang dikirim ke luar negeri itu telah kembali ke negaranya dan ikut serta
membangun perekonomian negaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri masukan sobat, komentar anda merupakan motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi.